BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketika kekristenan
bukan lagi merupakan agama satu-satunya maka model pengajaranpun berubah. Pembaharuan
modul pengajaran disesuaikan dengan
kebutuhan gereja termasuk jemaatnya namun
makna gereja tetap dipertahankan.
Dalam sejarahnya bukan modul saja yang dirubah tapi juga disiplin yang diberlakukan sebagai bagian dari pengajaran dan teori sangat yang
mendasar untuk diterapkan dalam
pelatihan. Ciri hkasnya pada awalnya
pengajaran selalu diikuti dengan pelatihan-pelatihan. Untuk abad ini
kita perlu belajar kembali tentang beberapa hal
yang prinsip dalam pengajaran Kristen khususnya katekisasi.
Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan
kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja
bahasa Yunani: katekhein yang
berarti: memberitakan, memberitahukan, menjelaskan, memberi pengajaran.
Melakukan pengajaran
menurut katekhein bukan hanya ditekankan dalam
arti intelektualistas tetapi lebih kepada arti praktis, yaitu mengajar atau membimbing
seseorang, supaya ia melakukan apa yang diajarkan kepadanya.[1] Katekisasi merupakan kegiatan pengajaran iman yang membimbing
seseorang (atau beberapa orang) agar ia (atau mereka) melakukan apa yang diajarkan
kepadanya yaitu menentukan pilihan iman yang dipercayai yaitu iman Kristen.[2] Dengan kata lain, katekisasi berfungsi sebagai
sarana untuk menumbuhkembangkan iman warga dan calon
warga jemaat dalam mengikut Kristus sebagai Juruselamat. Pelayanan
katekisasi juga merupakan sebuah proses pembimbingan dan pengajaran kepada
peserta katekisasi untuk mempersiapkan mereka menjadi anggota gereja yang memahami
dan melaksanakan tugas panggilannya dalam kehidupan secara utuh.[3]
Rumusan
Masalah
Pada umumnya
dikalangan gereja baik Protestan maupun Katolik sama-sama menekankan betapa
pentingnya katekisasi.
- Seberapa besarkah pentingnya peranan katekisasi bagi pertumbuhan
jemaat?
- Kapan itu katekisasi dimulai?
- Siapa yang berhak mengikutinya?
- Dan apakah praktek katekisasi yang dilakukan oleh kalangan gereja
selama ini telah efektif (mencapai tujuan sasaran)?
Dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan diatas maka penulis mencoba untuk meneliti sejauh mana
kateketik menjadi penting dalam sebuah gereja.
BAB II
PENTINGNYA KATEKETIK DALAM PELAYANAN GEREJA
- Pengertian
Katekisasi
Dalam dunia Yunani dikenal katechein yang berarti
menggema atau menyuarakan keluar. Katekese adalah pengajaran iman,
pembinaan iman, komunikasi iman, pengakaran iman dan pengembangan iman jemaat yang menyebut dirinya murid
Kristus[4]. Dalam
konteks ini katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan
iman agar seorang kristen semakin dewasa dalam iman, jadi katekese biasanya
diperuntukan bagi orang-orang yang sudah dibaptis di tengah umat yang sudah
kristen. Namun pada prakteknya, terutama pada masa Gereja Purba, katekese
dimengerti sebagai pengajaran bagi para calon baptis ini merupakan arti sempit
dari katekese. Sedangkan Gereja masa kini menempatkan katekese untuk pengertian
yang lebih luas. Katekismus
(bahasa
Yunani:κατηχητικός) adalah suatu ringkasan atau uraian dari doktrin yang umum digunakan dalam
pengajaran agama Kristen
(katekisasi),
baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Katekismus adalah petunjuk doktrin
yang seringkali berbentuk tanya-jawab untuk dihafalkan; sebuah format yang
digunakan pula dalam konteks non-keagamaan atau sekular.[5]
Katekese mengalami perkembangan dari zaman kezaman sesuai dengan keadaan dan tempatnya. Lama
kelamaan istilah ini diambil alih oleh orang Kristen menjadi istilah yang
khusus dalam bidang pewartaan gereja.[6] Segala usaha penyampaian
ajaran, pendidikan agama atau ajaran disebut dengan katekese. Dalam Alkitab
terdapat sejumlah kata katekese,
seperti: Lukas 1:4(diajarkan), Kis 18:25b (Pengajaran); Kis 21:21 (mengajar),
Roma 2:18a(diajarkan) IKor 14: 19 (mengajar); Gal 6:6 (Pengajaran). Dalam
konteks ini katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman
agar orang Kristen semakin dewasa di
dalam iman. Dalam lingkungan gereja
Protestan isitilah yang lebih familier untuk
kata ini disebut dengan
katekisasi. Istilah katekisasi umumnya dimengerti sebagai pengajaran sekaligus pelatihan-pelatihan bagi para
calon baptis atau sidi. Jadi
katekisasi adalah usaha usaha yang dilakukan oleh gereja untuk menolong jemaatnya semakin mendalami ,
menghayati dan mewujudkan imannya dalam
kehidupan sehari-hari.[7]
Katekisasi merupakan rangkaian
pendidikan iman bagi jemaat sepanjang
kehidupan.
- SEJARAH
KATEKISASI GEREJA.
Menurut Abineno, sejarah katekisasi
dibagi ke dalam 6 zaman, yaitu:
1. Pada zaman
Perjanjian Baru
Pada zaman ini katekisasi gerja
masih sangat sederhana. Unsur pengakuan iman misalnya tidak lebih panjang
dari pengakuan, bahwa Yesus adalah Tuhan.Bimbingan ethis dan doa juga penting
dalam katekisasi jemaat- jemaat purba.Misalnya bentuk yang tetap dari doa Bapa
Kami dalam Matius 6:9 – 15.
2. Pada abad
Pertama
Pada masa ini orang sudah memakai
katekismus yaitu Didakhe atau ajaran kedua belas Rasul. Katekismus ini berasal
dari lingkungan orang- orang Kristen Yahudi dan ditulis sekitar tahun seratus
Masehi.Isinya adalah kedua jalan atau hukum- hokum untuk hidup orang Kristen,
petunjuk liturgis untuk pelayanan Baptisan dan perjamuan malam, peraturan
–peraturan untuk hidup jemaat dan pejabat- pejabatnya, dan nasihat yang
bersifat eskatologis.
Dalam abad kedua katekisasin umat makin berkembang dan
memperoleh bentuk- bentuk yang tertentu sebagai katekumenat yang terdiri
dari dua tingkatan yaitu katekumin- katekumin atau pengikut katekisasi, dan
tingkat calon –calon baptisan.
3. Zaman abad
Pertengahan
Dalam abad –abad ini katesasi gereja
makin lama makin mendangkal.Katekisasi tidak lagi diberikan kepada anak- anak
dari keluarga- keluarga Kristen, tetapi hanya diperuntukan kepada orang- orang
yang berpindah dari agama kafir ke agama Kristen sebagai persiapan untuk
menjadi anggota gereja.
Dalam abad ke delapan dan sembilan
ketika berita injil disampaikan kepada bangsa- bangsa German,katekisasi gereja
mengalami suatu perubahan.Pada waktu itu dituntut lagi bahwa orang- orang yang
mau menerima baptisan harus dipersiapkan dengan baik.Setelah Eropa
di-Kristenkan, pengajaran katekisasi merosot lagi seperti dahulu dan hanya
terdiri dari penghafalan pengakuan iman dan doa, pengenalan akan sakramen-
sakramen dan upacara- upacaranya dan pengetahuan akan daftar- daftar dosa,
pengakuan dosa yang makin lama makin besar memainkan peranan.Pengakuan dosa
merupakan semacam “kursi pengadilan” rohani,yang dengan keputusan- keputusan
dan hokum- hukumnya mencakup seluruh hidup anggota jemaat bahkan sampai pada
akhirnya Alkitab tidak mendapat tempat sebagai bahan khusus dalam katekisasi.Ia
memang kdang- kadang dikutip tetapi hanya untuk menjelaskan bahan- bahan yang
harus dipelajari.
4. Pada zaman
Reformasi.
Alkitab menjadi pusat dalam teologi
dan dalam praktek gereja.Penempatan ini menimbulkan perubahan besar di bidang
katekisasi.Dalam zaman reformasi ini perubahan berlangsung di tiga
bidang,yaitu:
-
Isi katekisasi, yaitu Alkitab menjadi sentral dalam katekisasi.Untuk dapat
memahami bahan- bahan yang harus dipelajari dengan baik, pesert- peserta
katekisasi disuruh menghafal sejumlah nas dan mempelajari beberapa cerita
Alkitab.Bahkan pada abad ketujuh belas cerita- cerita Alkitab oleh pengaruh
pietisme mendapat tempat yang khusus dalam katekisasi.
Ruang cakup katekisasi, yaitu mencakup semua
orang.Sebab sebagai imam, orang- orang percaya menurut para reformator harus
selengkap dan sebaik mungkin mengetahui kebenaran yang ia percayai.Teologia
harus menjadi milik dar semua orang.Luther berpendapat bahwa tempat katekisasi
adalah keluarga dan sekolah.Gereja mempunyai tugas lain yaitu memberikan
penjelasan lebih luas oleh khotbah katekismusnya tentang apa yang dipelajari
dalam katekisasi.Sedangkan Swingli, katekisasi sebenarnya adalah tugas pokok
dari gereja.Karena itu ia berusaha memperoleh ruang dimana gereja dapat
menunaikan tugas ini antara laindengan mengumpulkan ank- anak untuk mempelajari
pengakuan iman dan doa.Calvin juga setuju dengan Swingli.Pada tahun 1536 ia
menerbitkan iktisar dari institusionya sebagai katekismus dalam bahasa
Perancis.
Katekisasi Calvinis
Dalam
mengembangkan katekisasi untuk lebih
mengena kepada kebenarannya sebaiknya kita kembali menoleh kebelakang apakah yang
dimaksud oleh Calvin dengan katekese atau Pengajaran Agama Kristen. Bagi Calvin[8]
:
Pengajaran Agama
Kristen adalah pemupukan akal
orang-orang percaya dan anak-anak mereka
dengan Firman Allah dibawah
bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan
gereja sehingga dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan yang
diejawantahkan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Allah Bapa TuhanYesus Kristus berupa tindakan kasih terhadap sesama.
Sebagai manusia
yang dipilih dalam Yesus Kristus
dan dijadikan “anak-anak” gereja
sang ibu, Calvin menegaskan bahwa sewajarnyalah mereka dibesarkan
dalam lingkungan luas
pedagogisnya. Namun ia
mengingatkan bahwa Ibu tidaklah
mendidik dengan sumber kepunyaananya sendiri
tapi dengan Firman yang dikenakan Roh Kudus kepada pelajar. Putra-putri gereja tidak akan pernah tamat sekolahnya karena sepanjang hidup
dia harus belajar
semua diharapkan terlibat dalam
pengalaman pengalaman belajar dengan demikian mereka semakin disiplin dalam
pengabdian dan pelayanan kasih
dimasyarakat.
Berdasarkan
pengertian tersebut Calvin merumuskan
tujuan Pendidikan Agama
Kristen sebagai berikut:
Tujuan Pendidikan Agama
Kristen ialah mendidik semua putra - putri
sang Ibu (gereja) agar mereka dilibatkan
dalam Penelaahan Alkitab
secara cerdas sebagaimana
dibimbing oleh Roh Kudus, diajar
mengambil bagian dalam kebaktian serta
mencari keesaan gereja,
diperlengkapi memilih cara-cara mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa
Yesus Kristus dalam gelanggang pekerjaan sehari-hari serta hidup bertanggungjawab di bawah kedaulatan Allah demi kemuliaanNya sebagai lambang syukur mereka dipilih dalam
Yesus Kristus.
Tujuan
pengajaran ini telah dijabarkan oleh
Calvin dalam katekismus Jenewa atau Indtitutio bahwa mendidik anak-anak secara
benar, tertib dan berdaya
guna dalam ajaran Kristen sudah menjadi kebiasaan dan
keprihatinan gereja sejak waktu lama. Bahkan ada kecendrungan menguji anak-anak di depan
jemaat tentang pokok-pokok
yang selayaknya diketahui dan diterima oleh pelajar. Karena kepentingan pengajaran tersebut Calvin membuat
peraturan yang dikeluarkan Sinode dan Kotapraja Jenewa pada
tahun 1547 dimana
setiap pendeta melayani dua jemaat sekaligus: anak-anak dilayaninya
melalui kelas katekisasi dan
jemaat dewasa melalui kebaktian umum, khususnya khotbah. Karena begitu pentingnya pendidikan bagi Calvin sehingga anak-anak tidak boleh diserahkan kepada
sembarangan orang dan bahan studi harus
disesuaikan dengan anak didik serta pendekatan mengajar sangatlah
pentingnya dan katekisme hendaklah memupuk hubungan oikumenis. Sehingga metode
pengajaran katekisasi yang
ditetapkan Calvin sangat menekankan kehadiran di ibadah serta menggali
pengetahuan dan mendapatkan pemaham tentang setiap pengajaran ( band. Th. Van
den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinis)
- Isi
katekese
Calvin dalam
bukunya Instutio secara keseluruh meletakkan dasar teologi
pengajarnnya atas 5 hal yakni:
a. Kedaulatan
Allah.
Allah yang wajib dilayani itu berdaulat atas diri-Nya dan semua pembicaraan manusia
tentang Allah harus bertitik tolak dari
sudut bagaimana Allah sendiri ingin diketahuinya
b. Alkitab
sebagai Firman Allah.
Bila manusia ingin
mengatahui kedaulatan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus maka sumber pengetahuan
tersebut di dapati dalam Alkitab Firman
yang tertulis
c. Ajaran
tengan manusia
d. Ajaran
tentang Gereja
e. Ajaran
tentang hubungan gereja dengan negara
Dari kelima dasar teologi tersebut ia mengembangkan ruanglingkup katekismusnya
dengan empat tema pokok yaitu:Iman,
Hukum, Doa dan Sakramen-sakramen. Bila
kita masuk peda isi pokok pembelajaran yang disediakan oleh Calvin maka kita akan
menemukan banyak pertanyaan (373) karena
katekismusnya telah disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.[9]
Bentuk pengajaran seperti ini tentu saja
akan membutuhkan pengajar yang tertib dan
kemampuan belajar untuk mengajar.
Cara mempelajari bahan katekisasi:Luther
menuntut agar para pengikut katekisasi harus mengerti apa yang
dipelajarinya.Pengetahuan dengan otak dan pengetahuan dengan hati hars berjalan
bersana- sama.Injil harus dapat dimengerti dengan otak dan dapat dipahamidengan
hati.Oleh karena itu penjelasan katekismus harus sesuai dengan daya
tangkap anak- anak.
5. Zaman
Zending Belanda
Kebiasaan- kebiasaan yang dipakai
oleh gereja- gereja di Eropa di bidang katekisasi di bawah masuk oleh pendeta-
pendeta Zending ke Indonesia.Salah satu dari kebiasaan itu adalah katekisasi
yang erat dihubungkan dengan pengajaran agama di sekolah.Dalam Sidang Raya
Agung tahun 1624 di Betawi ditetapkan bahwa anak- anak Belanda dan bukan
Belanda harus dididik secara Kristen di sekolah dan bahwa untuk pelajan agama
selanjutnya anak- anak itu harus mengunjungi pengajaran katekisasi
gereja.Lanjutan pengajaran agama di sekolah adalah pengajaran katekisasi yang
diberikan oleh pendeta- pendeta di gereja.Salah satu buku katekisasi yang
paling besar dan paling lama memainkan peranan dalam pelayanan jemaat di
gereja- gereja di Indonesia adalah buku Tanya jawab yang ditulis oleh Marnix
van St.Aldegonde.
6. Zaman
Sekarang
Dalam hal pengajar katekisasi pada zaman sekarang
adalah orang- orang yang telah memperoleh Pendidikan Agama Kristen.Dimana
mereka memiliki pengetahuan tentang bahan –bahan katekisasi yang mereka
gunakan, metode pengajaran, alat- alat Bantu untuk katekisasi, dan lain –
lain.Juga buku- buku yang digunakan dalam pengajaran katekisasi tidak sama
dengan buku- buku yang digunakan pada waktu zending, walaupun Katekismus
Heidelberg, katekismus kecil, dari Luther masih ada gereja yang menggunakannya.
3. JENIS- JENIS KATEKISASI
Menurut Abineno ada 3 jenis katekisasi yaitu :
1. Katekisasi
Keluarga
Keluarga adalah tempat yang
mula-mula dimana pendidikan dan bimbingan agama diberikan, orang tua berfungsi
sebagai pengajar –pengajar yang pertama. Pengajaran dalam keluarga ini adalah
bentuk purba dari pelayanan katakese, pemberitaan tentang perbuatan-perbuatan
Allah yang besar.
Bukan hanya Sinagoge yang mengaitkan
pengajarannya pada pendidikan keluarga tetapi juga gereja. Hal itu sering kita
baca dalam tulisan-tulisan dari bapak-bapak gereja bahwa katakese keluarga menempati
tempat yang paling penting dalam gereja purba yang sedang bertumbuh pada waktu
itu. Gereja tahu bahwa ia mempunyai tugas untuk mengajar dan membimbing
anggota-angotanya tetapi tugas itu selalu dipahami sebagai tugas disamping dan
dalam lanjutan dari tugas orang tua tetapi mengokohkannya dan terus membangun
katakesenya diatas dasar katakese keluarga.
Menurut Calvin orang tua terutama
dan langsung memikul tanggung jawab atas pendidikan agama anak-anak mereka.
Dalam pembaptisan anak-anak, orang tua dengan resmi mendapat tugas mendidik
anak-anak dalam takut akan Tuhan.
2. Katekisasi
Sekolah
Sekolah dasar disebut juga beth-ha-sefer
dimana anak-anak yang berumur 6/7 tahun diajar membaca dan menghafal nas
Torah secara harafiah. Pengajaran diatur menurut umur anak-anak. Ketika anak
sudah berumur sepuluh tahun anak mulai dengan pengajaran yang sebenarnya. Pada
umur dua belas/tiga belas tahun mereka diwajibkan untuk meneruti/melaksanakan
seluruh syariat agama Yahudi.
Bahan pengajaran terdiri dari pengakuan iman, doa
utama, pembacaan Torah, pengajaran tentang arti dari hari-hari raya Yahudi.
Dalam abad-abad pertengahan muncul
sekolah-sekolah yang memuat katakese dalam kurikulumnya. Dimana murid-murid
harus mengahafal Credo, Dekalog (Dasa Firman), Pater Noster (Doa Bapa Kami) dan
ketujuh Mazmur pengakuan dosa dalam bahasa latin.
Menurut Calvin katakese sekolah
berfungsi untuk mendidik orang-orang muda supaya mereka dapat bertindak secara
bertanggungjawab menurut Firman Tuhan, untuk itu harus ada guru-guru yang baik
dan beriman. Dalam pengajaran sekolah yang bersifat reformatories ini, Alkitab
mendapat tempat yang sakral, disamping katekismus dan mazmur-mazmur Daud.
Melalui sinode Dordrecht diputuskan bahwa guru-guru yang mengajar di sekolah
harus memenuhi syarat-syarat :
·
Mereka harus anggota dari gereja Hervormd.
·
Harus mempunyai kelakuan yang baik dan mampu mengajar
·
Mereka harus menandatangani pengakuan iman gereja
Hervorm dan Katekismus Heidelberg.
·
Harus berjanji bahwa dengan teliti akan mengajar
anak-anak untuk dapat melayani Tuhan disegala bidang kehidupan.
·
Dua hari seminggu mereka harus melatih anak-anak untuk
menghafal dan memahami dengan baik isi Katekismus
·
Mereka harus membawa anak-anak ke ibadah
khotbah-khotbah Katekismus dan menyelidiki apakah mereka mengerti
khotbah-khotbah itu atau tidak
3. Katekisasi
gereja.
Dalam abad- abad pertama katekisasi
gereja makin berkembang dan memperoleh bentuk- bentuk tertentu sebagai
katekumenat. Katekumenat gereja purba terdiri dari dua bagian atau
tingkatan yaitu tingkat katekumin- katekumin dan calon- calon baptisan.
Pengajaran baptisan terdiri dari penjelasan tentang
soal- soal iman,doa,puasa,dan askese.Pengajaran baptisan adalah suatu bimbingan
dalam rahasia iman.Calon baptis dipersiapan secara lahir-batin untuk menerima
baptisan sebagai suatu pengalaman religius.
Pada waktu reformasi katekisasi lebih kepada lembaga
pengajaran tersendiri kepada anak- anak muda.Terutama pemberitaan dalam ibadah
-ibadah jemaat dianggap pada waktu itu sebagai suatu alat yang ampuh untuk
mendidik anak- anak muda dalam Firman Allah dan dalam hidup kerohanian mereka. Khotbah-
khotbah katekismus dari para pendeta memainkan peranan pentingpada waktu itu
sebagai bagian dari
pendidikan gerejawi kepada anak muda.
- FUNGSI
KATEKISASI
Menurut Gasong katekisasi berfungsi untuk
mempersiapkan anak- anak dan orang yang ingin mengikuti jalan keselamatan dari
Yesus Kristus,dan juga untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan anggota
jemaat tentng kehendak Allah supaya mereka nantinya menjadi pelayan yang dapat
melayani gereja dan masyarakat secara bertanggung jawab.
Pengertian katekisasi begitu luas,
kaya dan mengandung banyak segi
kehidupan sehingga setiap usaha untuk
merumuskannya secara tepat membuatnya
lebih miskin. Ketika kita berusaha mengkotakkan maknanya maka ia
akan kehilangan hakekatnya sebab katekisasi menyentuh semua segi kehidupan orang Kristen: dimensi ritual
praktek keagamaan, dimensi perasaan atau
pengalaman keagamaan yang dinyatakan dalam prilaku riil/konkrit setiap hari. Oleh sebab itu
katekisasi tidaklah berpusat kepada
pengetahuan keagamaan saja, ketekisasi adalah
kehidupan itu sendiri bukan persiapan untuk hidup.[10]
Katekisasi melebihi sekedar materi, metode
dan teknik, katekisasi adalah pedagogi, pengajaran iman.
- TUJUAN
KATEKISASI
Menurut Abineno tugas katekisasi
adalah mendidik anak- anak muda supaya mereka bertanggung jawab dapat
berpartisipasi dalam hidup dan pelayanan gereja kepada Allah.
Abineno kemudian merumuskan tujuan katekisasi menurut
beberapa ahli kedalam empat jurusan:
a) Katekisasi
adalah pemberian pengetahuan.Peserta katekisasi harus mengetahui hal- hal pokok
dari isi Alkitab dan ajaran gereja
b) Katekisasi
bertujuan untuk membina anggota –anggota jemaat untuk menyadari tugas mereka
didalam gereja.Peserta katekisasi harus mengetahui bahwa gereja adalah
persekutuan.
c) Untuk
mendidik anak- anak muda supaya mereka menjadi hamba- hamba Allah yang
bertanggung jawab didalam dunia.
d) Untuk
menyampaikan pengetahuan tentang Allah dari generasi ke generesi.
Menurut Abineno tujuan katekisasi itu dapat dicapai
apabila peserta
katekisasi telah dipimpin pada pengetahuan akan
Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat mereka.
Tugas utama katekisasi adalah:
a. Memberitakan Firman Allah, mewartakan Kristus. Katekisasi bertugas
menghadirkan Firman Tuhan agar manusia bertemu secara pribadi dengan Kristus sebab katekisasi
adalah pewartaan diri Kristus.
b. Katekisasi
mendidik untuk beriman. Katekisasi
menolong jemaat untuk terpikat kepada Allah yang diberitakan dalam diri Kristus
sehingga mereka melakukan
kehendak dan perintah Allah
sebagai hasil pembaharuan hidup
manusia.
c. Katekisasi
mengembangkan iman.Bertumbuhnya
gereja tergantung kapada kegiatan katekisasi, melalui katekisasi
gereja dibaharui.
d. Katekisasi
adalah mendidik
e. Katekisasi
juga adalah:[11]
v Memperlengkapi
jemaat merasakan pemeliharaan Allah
sehingga mereka memelihara persekutuan
untuk saling mengasihi dan saling
melayani.
v Memperlengkapi
jemaat untuk saling mengasihi di dalam
Kristus melalui sharing pengalaman iman
v Memperlengkapi
jemaat untuk hidup bertumbuh di dalam
hubungan dengan Allah sehingga
menjadi tanda kehadiran Allah
v Meperlengkapi
jemaat untuk mencerminkan dan
berbuat bersama-sama dengan Kristus atas nama Kerajaan Allah.
- YANG
TERLIBAT DALAM KATEKISASI
1. Majelis
Jemaat
Majelis jemaat bertanggung jawab
atas pelaksanaan katekisasi.Tugas majelis jemaat dalam katekisasi adalah :
a. Meunjuk
pemimpin katekisasi
b. Menyiapkan
rencana katekisasi tahunan
c. Membangunkan
orang tua tentang katekisasi melalui warta jemaat,supaya mereka menyuruh anak-
anaknya untuk mengikuti katekisasi
d. Mengusahakan
agar orang tua terlibat dalam katekisasi
e. Mengadakan
percakapan dengan peserta katekisasi
f.
Mengawasi
supaya tugas dan panggilan peserta katekisasi sebagai saksi-saksi dan pelayan-
pelayan Kristus di dalam dunia,kalau mereka telah di teguhkan menjadi anggota
sidi di bicarakan dengan mereka di dalam katekisasi
g. Menerima
peserta katekisasi sesudah suatu percakapan pastoral dengan mereka untuk
diteguhkan menjadi anggota sidi.
2. Pemimpin
Katekisasi
Yang menjadi pemimpin katekisasi
kebanyakan adalah pendeta.Namun dalam prakteknya pelaksanaannya tidak terlalu
maksimal karena:
a. Pendeta
sangat sibuk dalamtugas dan pelayanannya
b. Pendeta
umumnya hanya mempunyai pengetahuan teologis,mereka kurang dalam bidang
pedagogis,didaktik, psikologis,dan iain- lain.
Tugas- tugas pemimpin katekisasi:
a. Menyusun
rencana katekisasi tahunan
b. Mempersiapkan
katekisasi atau bahan dengan baik
c. Menilai
materi yang telah diajarkan
d. Mengadakan
percakapan dengan peserta katekisasi,khususnya tentang hal- hal yang tidak
dapatmereka cerna atau sulit mereka pahami
e. Mengadakan
pertemuan denganpara orang tua dan majelis jemaat untuk membicarakan tugas
mereka bersama atau hal- hal lain yang berhubungan dengan tugas mereka
f.
Mengadakan
kunjungan ke rumah- rumah para orang tua untuk membicarakan keadaan anak- anak
mereka yang sedang mengikuti katekisasi.
3. Orang tua
Pada waktu orang tua menyerahkan
anak- anaknya untuk dibaptis,mereka berjanji untuk mendidik anak- anak mereka
dalam iman kepada Yesus Kristus dan membina mereka dalam ibadah dan pengajaran
gereja.Dalam hal ini tugas orang tua adalah bukan hanya menyuruh anak-anak
mereka untuk mengikuti katekisasi tetapi lebih daripada itu yaitu turut
menambil bagian yang aktif dalam pelayanan itu.
Tugas –tugas orang tua yaitu:
a) Membicarakan
partisipasi mereka sebagai orang tua dalam pelayanan katekisasidengan majelis
jemaat dan pemimpin- pemimpin katekisasi
b) Mengadakan
percakapan dengan pemimpin katekisasi tentang keadaan anak- anak yang mengikuti
katekisasi
c) Mengadakan
percakapan dengan anak- anak mereka tentang katekisasi yang sedang mereka
ikuti.
4. Peserta
katekisasi
Peserta katekisasi adalah umumnya
terdiri dari ank- anak muda yang bukan saja secarah lahiriah, tetapi yang juga
secara rohaniah banyak memperlihatkan perbedaan, seperti:
a) Perbedaan
motivasi,ada yang datang mengikuti katekisasi karena disuruh orang tua,ada juga
Karena kemauannya sendiri.
b) Perbedaan
umur
c) Perbedaan
pendidikan
d) Perbedaan
maksud dan tujuan,ada yang datang untuk mendalami pengetahuan tenang soal- soal
rohani.
Dari perbedaan- perbedaan tersebut
pendidk diharuskan untuk mampu memahami setiap peserta katekisasi sehingga dia
bisa mempersiapkan materi dengan baik untuk bisa diterima oleh sebagian besar
peserta katekisasi.
- DUNIA PESERTA KATEKISASI
Menurut Abineno, dunia kita pada
waktu kini merupakan dunia yang paling bersifat teknis dan juga sebagai dunia
yang paling kosong dan miskin apabila ditinjau dari sudut rohani.Yang dimaksud
kekosongan dan kemiskinan ialah gejala yang menyatakan bahwa soal- soal rohani
dan nilai etis tidak memainkan peranan lagi dalam hidup manusia,ini disebabkan
oleh kuasa ilmu pengetahuan kuasa teknik dan kuasa organisasi.Kuasa-kuasa
inipada satu pihak banyak memberikan kemungkinan dan kebahagiaan kepada manusia
tetapi di lain pihak dalam perkembangannya membuat manusia menjadi takut dan
hampir- hampir kehilangan kewibawaannya.
Peserta katekisasi kebanyakan
berumur duabelas sampai duapuluh tahun, yang mana merupakan periode peralihan
yakni dari masa kanak- kanak ke masa dewasa.Dalam masa ini pilihan untuk
pelajaran dan juga bimbingan katekisasi sangat penting karena mereka sebaai
anak- anak muda harus dibantu dalam perjalanan mereka ke dunia orang
dewasa.Oleh karena itu yang perlu diprhatikan adalah hidup pertumbuhan atau
perkembangan anak- anak.Menurut para ahli perode ini di bagi lagi ke dalam
sub-sub periode yaitu:
a) Periode umur
12-13 tahun yaitu anak memiliki wawasan pengetahuan yang mulai meluas, mereka
melihat segala sesuatu dan mereka umumnya mempunyai daya ingat yang cukup kuat.
b) Periode umur
14-15 tahun dimana anak mengalami perubahan-perubahan yang besar. Anak-anak
sedang berpisah dengan hal-hal yang lama dan mempersiapkan diri untuk hal-hal
yang baru, mereka harus menemukan diri mereka sendiri.
c) Periode umur
16 tahun keatas yaitu anak-anak mengalami pendalaman psikis. Berhubung dengan
itu dapat timbul situasi-situasi krisis yang disebabkan untuk kesangsian dan
putus asa yanga mereka alami, juga dibidang religius.
Yang kita harus ketahui tentang
anak- anak dari periode peralihan ialah penghayatan iman mereka.Untuk itu
mereka harus secara aktif diikutsertakan dalam segala sesuatu yang gereja
–gereja lakukan untuk mereka.
Melihat
pentingnya kateketik dalam sebuah gereja
Dari pemaparan diatas, katekisasi
mempunyai tempat yang penting dalam sebuah program gereja, katekisasi bukanlah
bersifat doktrin bukan juga sakramen. Namun katekisasi adalah hal yang penting
dalam sebuah pelayanan gereja. Dapat dilihat dalam prosesnya, katekisasi
melibatkan banyak pihak dalam gereja. Kateketik begitu penting dalam proses
pertumbuhan ima seorang Kristen. Seluruh bidang cakupan kateketik adalah
pembelajaran mengenai kekeristenan dalam ranah, pemahaman tentang Allah, Yesus
dan Karya-Nya dan juga kehidupan praktikal para pengikut Kristus. Dengan demikian
kateketik menjadi sangat penting dan merupakan suatu keharusan demi terwujudnya
seorang Kristen yang berkualitas.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas penulis
menyimpulkan bahwa Kateketik adalah suatu proses yang sangat menolong warga
gereja dalam bertumbuh, dan juga merupakan suatu langkah awal dalam menghadapi
kehidupan utuh sebagai Kristen yang telah diperlengkapi dengan pemahaman iman
Kristen. Dalam perkembangannya pada masa sekarang ini katekisasi dilakukan
dalam mempersiapkan seorang yang muda secara rohani dalam menghadapi sisi.
Katekisasi juga dibagi dalam berbagai ruang lingkup sesuai kebutuhan warga
gereja. Namun pada dasarnya kateketik bertujuan mendewasakan iman jemaat
sehingga jemaat semakin bertumbuh dalam iman dan juga semakin mengerti tentang
pemahaman iman Kristen yang benar. Para pelayan katekisasi juga haruslah yang
benar-benar paham tentang kebenaran, sehingga ketika bertindak sebagai pengajar
dan pembimbing, dapat mengajarkan sesuai dengan pengajaran Alkitab. Sehingga
tidak orang yang mengikuti katekisasi bertumbuh kearah yang benar, yaitu
pertumbuhan yang Alkitabiah.
KEPUSTAKAAN
Boehlke Robert R. Sejarah Perkembangan Pikiran dan
Praktek Pendidikan Agama Kristen _________________Dari Plato sampai Ig. Loyaola,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006
Den End Th. Van Enam Belas Dokumen Dasar Calvinis
E.G Homrighausen Dr.I, H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen,
Jakarta: BPK Gunung Mulia,
_________________1999
Hutabarat,P. Rafael Berakatekese Sebagai
sarana pembentukan Hidup Jemaat, Seri __________________ Kepemimpinan Jemaat 3(Yogyakarta:
Puskat, 1988), 11
J.L. CH., Abineno DR. Sekitar Katekese Gerejawi: Pedoman Guru,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, _________________2001
Papo YakoB: Memahami Katekese: Pegangan Dasar Bagi Para Pembina Dan Penggerak __________________Katekese, Folres:
penerbit Nusa Indah, 1987
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI,
Pasal 27 ayat 1, Jakarta: BPMS
GKI,2009
Telambanua Marinus: Ilmu
Keteketik: Hakekat, Metode, Dan Peserta Katekese Gerejawi, _____________________Jakarta: Obor, 1999
Weterhoff III & Edwarts John H, A
Faithful Church: Issues in the History
of Catecheisis ______________________________________________Wilton:
Morehouse-Barlow, 1981
http://id.wikipedia.org/wiki/Katekismus
p.7
1999,
p. 109
[3] Badan Pekerja Sinode Gereja Kristen
Indonesia, Tata Gereja dan Tata Laksana GKI,
Pasal 27 ayat 1,
Jakarta: BPMS
GKI,2009, p. 58
[4] Marinus Telambanua: Ilmu Keteketik: Hakekat, Metode, Dan Peserta
Katekese Gerejawi(Jakarta: Obor, 1999),
3
[6] YakoB Papo: Memahami Katekese: Pegangan Dasar
Bagi Para Pembina Dan Penggerak Katekese (Folres: penerbit Nusa Indah, 1987), 11
[7] Marinus Telambanua: Ilmu Keteketik: Hakekat, Metode, Dan Peserta
Katekese Gerejawi(Jakarta: Obor, 1999),
5
[8] Robert R. Boehlke. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen
Dari Plato sampai Ig. Loyaola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 413
[9] Baca
bukunya Th. Van Den End dalam
Enam Belas Dokumen Dasar Calvinis. Disana ia membagi pasal-pasalpertanyaan tersebut
sebagai berikut: Pasal Iman (1-130), Hukum Allah(131-232), Firman
Allah(296-308), Sakramen-sakramen(309-373).
[10] P. Rafael Hutabarat, Berakatekese Sebagai sarana
pembentukan Hidup Jemaat, Seri Kepemimpinan Jemaat 3(Yogyakarta: Puskat,
1988), 11
[11] John H. Weterhoff III & Edwarts, A
Faithful Church: Issues in the History
of Catecheisis (Wilton: Morehouse-Barlow, 1981), 3-4