Minggu, 14 Juni 2015

manfaat katekisasi bagi pertumbuhan iman jemaat

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketika  kekristenan  bukan lagi merupakan agama satu-satunya maka  model pengajaranpun berubah. Pembaharuan modul pengajaran  disesuaikan dengan kebutuhan gereja termasuk jemaatnya namun  makna  gereja tetap dipertahankan. Dalam sejarahnya  bukan modul saja  yang dirubah tapi juga disiplin   yang diberlakukan   sebagai bagian dari pengajaran dan teori  sangat yang  mendasar untuk   diterapkan dalam pelatihan. Ciri hkasnya pada awalnya  pengajaran selalu diikuti dengan pelatihan-pelatihan. Untuk abad ini kita   perlu belajar kembali  tentang beberapa  hal  yang prinsip dalam pengajaran Kristen khususnya   katekisasi.
Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang berarti: memberitakan, memberitahukan, menjelaskan, memberi pengajaran. Melakukan pengajaran menurut katekhein bukan hanya ditekankan dalam arti intelektualistas tetapi lebih kepada arti praktis, yaitu mengajar atau membimbing seseorang, supaya ia melakukan apa yang diajarkan kepadanya.[1] Katekisasi merupakan kegiatan pengajaran iman yang membimbing seseorang (atau beberapa orang) agar ia (atau mereka) melakukan apa yang diajarkan kepadanya yaitu menentukan pilihan iman yang dipercayai yaitu iman Kristen.[2] Dengan kata lain, katekisasi berfungsi sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan iman warga dan calon warga jemaat dalam mengikut Kristus sebagai Juruselamat. Pelayanan katekisasi juga merupakan sebuah proses pembimbingan dan pengajaran kepada peserta katekisasi untuk mempersiapkan mereka menjadi anggota gereja yang memahami dan melaksanakan tugas panggilannya dalam kehidupan secara utuh.[3]
Rumusan Masalah
Pada umumnya dikalangan gereja baik Protestan maupun Katolik sama-sama menekankan betapa pentingnya katekisasi.
  • Seberapa besarkah pentingnya peranan katekisasi bagi pertumbuhan jemaat?
  • Kapan itu katekisasi dimulai?
  • Siapa yang berhak mengikutinya?
  • Dan apakah praktek katekisasi yang dilakukan oleh kalangan gereja selama ini telah efektif (mencapai tujuan sasaran)?
Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas maka penulis mencoba untuk meneliti sejauh mana kateketik menjadi penting dalam sebuah gereja.
BAB II
PENTINGNYA KATEKETIK DALAM PELAYANAN GEREJA
  1. Pengertian Katekisasi
Dalam dunia  Yunani dikenal katechein  yang berarti  menggema atau menyuarakan keluar. Katekese adalah pengajaran iman, pembinaan iman, komunikasi iman, pengakaran iman dan pengembangan iman  jemaat yang menyebut dirinya  murid  Kristus[4]. Dalam konteks ini katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar seorang kristen semakin dewasa dalam iman, jadi katekese biasanya diperuntukan bagi orang-orang yang sudah dibaptis di tengah umat yang sudah kristen. Namun pada prakteknya, terutama pada masa Gereja Purba, katekese dimengerti sebagai pengajaran bagi para calon baptis ini merupakan arti sempit dari katekese. Sedangkan Gereja masa kini menempatkan katekese untuk pengertian yang lebih luas. Katekismus (bahasa Yunani:κατηχητικός) adalah suatu ringkasan atau uraian dari doktrin yang umum digunakan dalam pengajaran agama Kristen (katekisasi), baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Katekismus adalah petunjuk doktrin yang seringkali berbentuk tanya-jawab untuk dihafalkan; sebuah format yang digunakan pula dalam konteks non-keagamaan atau sekular.[5]
Katekese  mengalami perkembangan  dari zaman kezaman  sesuai dengan keadaan dan tempatnya. Lama kelamaan istilah ini diambil alih oleh orang Kristen menjadi istilah yang khusus dalam bidang pewartaan gereja.[6] Segala usaha penyampaian ajaran, pendidikan  agama  atau ajaran disebut dengan katekese. Dalam Alkitab terdapat sejumlah  kata katekese, seperti: Lukas 1:4(diajarkan), Kis 18:25b (Pengajaran); Kis 21:21 (mengajar), Roma 2:18a(diajarkan) IKor 14: 19 (mengajar); Gal 6:6 (Pengajaran). Dalam konteks  ini  katekese dimengerti sebagai  pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar orang Kristen semakin dewasa  di dalam iman. Dalam lingkungan  gereja Protestan  isitilah yang  lebih familier   untuk  kata ini  disebut dengan katekisasi. Istilah  katekisasi umumnya  dimengerti sebagai pengajaran  sekaligus pelatihan-pelatihan   bagi para  calon baptis   atau  sidi. Jadi  katekisasi  adalah usaha  usaha yang dilakukan oleh gereja  untuk menolong jemaatnya semakin mendalami , menghayati  dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari.[7] Katekisasi  merupakan rangkaian pendidikan  iman bagi jemaat sepanjang kehidupan.

  1. SEJARAH KATEKISASI GEREJA.
Menurut Abineno, sejarah katekisasi dibagi ke dalam 6 zaman, yaitu:
1.    Pada zaman Perjanjian Baru
Pada zaman ini katekisasi gerja masih sangat sederhana. Unsur  pengakuan iman misalnya tidak lebih panjang dari pengakuan, bahwa Yesus adalah Tuhan.Bimbingan ethis dan doa juga penting dalam katekisasi jemaat- jemaat purba.Misalnya bentuk yang tetap dari doa Bapa Kami dalam Matius 6:9 – 15.
2.    Pada abad Pertama
Pada masa ini orang sudah memakai katekismus yaitu Didakhe atau ajaran kedua belas Rasul. Katekismus ini berasal dari lingkungan orang- orang Kristen Yahudi dan ditulis sekitar tahun seratus Masehi.Isinya adalah kedua jalan atau hukum- hokum untuk hidup orang Kristen, petunjuk liturgis untuk pelayanan Baptisan dan perjamuan malam, peraturan –peraturan untuk hidup jemaat dan pejabat- pejabatnya, dan nasihat yang bersifat eskatologis.
Dalam abad kedua katekisasin umat makin berkembang dan memperoleh bentuk- bentuk  yang tertentu sebagai katekumenat yang terdiri dari dua tingkatan yaitu katekumin- katekumin atau pengikut katekisasi, dan tingkat calon –calon baptisan.
3.    Zaman abad Pertengahan
Dalam abad –abad ini katesasi gereja makin lama makin mendangkal.Katekisasi tidak lagi diberikan kepada anak- anak dari keluarga- keluarga Kristen, tetapi hanya diperuntukan kepada orang- orang yang berpindah dari agama kafir ke agama Kristen sebagai persiapan untuk menjadi anggota gereja.
Dalam abad ke delapan dan sembilan ketika berita injil disampaikan kepada bangsa- bangsa German,katekisasi gereja mengalami suatu perubahan.Pada waktu itu dituntut lagi bahwa orang- orang yang mau menerima baptisan harus dipersiapkan dengan baik.Setelah Eropa di-Kristenkan, pengajaran katekisasi merosot lagi seperti dahulu dan hanya terdiri dari penghafalan pengakuan iman dan doa, pengenalan akan sakramen- sakramen dan upacara- upacaranya dan pengetahuan akan daftar- daftar dosa, pengakuan dosa yang makin lama makin besar memainkan peranan.Pengakuan dosa merupakan semacam “kursi pengadilan” rohani,yang dengan keputusan- keputusan dan hokum- hukumnya mencakup seluruh hidup anggota jemaat bahkan sampai pada akhirnya Alkitab tidak mendapat tempat sebagai bahan khusus dalam katekisasi.Ia memang kdang- kadang dikutip tetapi hanya untuk menjelaskan bahan- bahan yang harus dipelajari.
4.    Pada zaman Reformasi.
Alkitab menjadi pusat dalam teologi dan dalam praktek gereja.Penempatan ini menimbulkan perubahan besar di bidang katekisasi.Dalam zaman reformasi ini perubahan berlangsung di tiga bidang,yaitu:
-          Isi katekisasi, yaitu Alkitab menjadi sentral dalam katekisasi.Untuk dapat memahami bahan- bahan yang harus dipelajari dengan baik, pesert- peserta katekisasi disuruh menghafal sejumlah nas dan mempelajari beberapa cerita Alkitab.Bahkan pada abad ketujuh belas cerita- cerita Alkitab oleh pengaruh pietisme mendapat tempat yang khusus dalam katekisasi.
Ruang cakup katekisasi, yaitu mencakup semua orang.Sebab sebagai imam, orang- orang percaya menurut para reformator harus selengkap dan sebaik mungkin mengetahui kebenaran yang ia percayai.Teologia harus menjadi milik dar semua orang.Luther berpendapat bahwa tempat katekisasi adalah keluarga dan sekolah.Gereja mempunyai tugas lain yaitu memberikan penjelasan lebih luas oleh khotbah katekismusnya tentang apa yang dipelajari dalam katekisasi.Sedangkan Swingli, katekisasi sebenarnya adalah tugas pokok dari gereja.Karena itu ia berusaha memperoleh ruang dimana gereja dapat menunaikan tugas ini antara laindengan mengumpulkan ank- anak untuk mempelajari pengakuan iman dan doa.Calvin juga setuju dengan Swingli.Pada tahun 1536 ia menerbitkan iktisar dari institusionya sebagai katekismus dalam bahasa Perancis.
Katekisasi Calvinis
Dalam mengembangkan katekisasi untuk lebih  mengena kepada kebenarannya sebaiknya kita   kembali menoleh kebelakang apakah yang dimaksud  oleh Calvin dengan katekese  atau Pengajaran Agama Kristen. Bagi Calvin[8] :
Pengajaran Agama Kristen  adalah pemupukan akal orang-orang percaya dan anak-anak mereka  dengan Firman Allah  dibawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja sehingga  dalam diri mereka  dihasilkan pertumbuhan  rohani yang berkesinambungan yang diejawantahkan  semakin mendalam  melalui pengabdian diri kepada  Allah Bapa TuhanYesus  Kristus berupa  tindakan kasih terhadap sesama.
Sebagai  manusia  yang dipilih  dalam Yesus  Kristus  dan dijadikan “anak-anak”  gereja sang ibu, Calvin menegaskan  bahwa  sewajarnyalah mereka  dibesarkan  dalam lingkungan luas  pedagogisnya. Namun ia  mengingatkan bahwa  Ibu tidaklah mendidik dengan sumber kepunyaananya sendiri  tapi  dengan Firman yang  dikenakan Roh Kudus  kepada pelajar. Putra-putri gereja  tidak akan pernah  tamat sekolahnya karena sepanjang hidup dia  harus  belajar  semua  diharapkan terlibat dalam pengalaman pengalaman belajar dengan demikian mereka semakin disiplin dalam pengabdian dan pelayanan  kasih dimasyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut  Calvin merumuskan tujuan  Pendidikan  Agama  Kristen sebagai berikut:
Tujuan Pendidikan Agama Kristen  ialah mendidik semua putra  - putri  sang Ibu (gereja) agar mereka dilibatkan  dalam Penelaahan Alkitab  secara  cerdas  sebagaimana  dibimbing oleh Roh Kudus, diajar  mengambil bagian dalam kebaktian serta  mencari  keesaan gereja, diperlengkapi memilih cara-cara mengejawantahkan  pengabdian diri kepada  Allah Bapa  Yesus Kristus dalam gelanggang pekerjaan sehari-hari serta  hidup bertanggungjawab  di bawah kedaulatan Allah demi kemuliaanNya  sebagai lambang syukur mereka  dipilih dalam  Yesus  Kristus.
            Tujuan pengajaran ini telah  dijabarkan oleh Calvin dalam katekismus Jenewa atau Indtitutio bahwa mendidik anak-anak  secara  benar, tertib dan berdaya  guna  dalam ajaran  Kristen sudah menjadi kebiasaan dan keprihatinan gereja sejak waktu lama. Bahkan ada  kecendrungan menguji anak-anak  di depan  jemaat tentang pokok-pokok  yang  selayaknya  diketahui dan diterima  oleh pelajar. Karena  kepentingan pengajaran tersebut Calvin membuat peraturan  yang dikeluarkan  Sinode dan Kotapraja  Jenewa pada  tahun  1547  dimana  setiap pendeta melayani dua jemaat sekaligus: anak-anak dilayaninya melalui kelas  katekisasi  dan  jemaat dewasa melalui kebaktian umum, khususnya  khotbah. Karena  begitu pentingnya  pendidikan bagi Calvin sehingga  anak-anak tidak boleh diserahkan kepada sembarangan orang dan bahan studi harus  disesuaikan dengan anak didik serta pendekatan mengajar sangatlah pentingnya dan  katekisme  hendaklah memupuk  hubungan oikumenis. Sehingga  metode  pengajaran  katekisasi yang ditetapkan Calvin sangat menekankan kehadiran di ibadah serta menggali pengetahuan dan mendapatkan pemaham tentang setiap pengajaran ( band. Th. Van den End, Enam Belas  Dokumen  Dasar Calvinis)
  1. Isi katekese
Calvin dalam bukunya Instutio  secara  keseluruh meletakkan dasar teologi pengajarnnya atas  5 hal yakni:
a.       Kedaulatan Allah.
Allah yang  wajib dilayani itu berdaulat atas  diri-Nya dan semua pembicaraan manusia tentang Allah harus  bertitik tolak dari sudut bagaimana Allah sendiri ingin diketahuinya
b.      Alkitab sebagai Firman Allah.
Bila manusia ingin mengatahui kedaulatan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus maka sumber pengetahuan tersebut di dapati dalam Alkitab  Firman yang tertulis
c.       Ajaran tengan manusia
d.      Ajaran tentang Gereja
e.       Ajaran tentang hubungan gereja dengan negara
Dari kelima  dasar teologi tersebut ia  mengembangkan ruanglingkup katekismusnya dengan  empat tema pokok yaitu:Iman, Hukum, Doa dan Sakramen-sakramen. Bila  kita  masuk peda  isi pokok pembelajaran  yang disediakan oleh Calvin maka kita akan menemukan banyak pertanyaan (373) karena  katekismusnya telah disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.[9] Bentuk pengajaran seperti ini  tentu saja akan membutuhkan pengajar yang tertib dan   kemampuan belajar untuk  mengajar.
      Cara mempelajari bahan katekisasi:Luther menuntut agar para pengikut katekisasi harus mengerti apa yang dipelajarinya.Pengetahuan dengan otak dan pengetahuan dengan hati hars berjalan bersana- sama.Injil harus dapat dimengerti dengan otak dan dapat dipahamidengan hati.Oleh karena itu penjelasan katekismus  harus sesuai dengan daya tangkap anak- anak.
5.    Zaman Zending Belanda
Kebiasaan- kebiasaan yang dipakai oleh gereja- gereja di Eropa di bidang katekisasi  di bawah masuk oleh pendeta- pendeta Zending ke Indonesia.Salah satu dari kebiasaan itu adalah katekisasi yang erat dihubungkan dengan pengajaran agama di sekolah.Dalam Sidang Raya Agung tahun 1624 di Betawi ditetapkan bahwa anak- anak Belanda dan bukan Belanda harus dididik secara Kristen di sekolah dan bahwa untuk pelajan agama selanjutnya anak- anak itu harus mengunjungi pengajaran katekisasi gereja.Lanjutan pengajaran agama di sekolah adalah pengajaran katekisasi yang diberikan oleh pendeta- pendeta di gereja.Salah satu buku katekisasi yang paling besar dan paling lama memainkan peranan dalam pelayanan jemaat di gereja- gereja di Indonesia adalah buku Tanya jawab yang ditulis oleh Marnix van St.Aldegonde.
6.    Zaman Sekarang
Dalam hal pengajar katekisasi pada zaman sekarang adalah orang- orang yang telah memperoleh Pendidikan Agama Kristen.Dimana mereka memiliki pengetahuan tentang bahan –bahan katekisasi yang mereka gunakan, metode pengajaran, alat- alat Bantu untuk katekisasi, dan lain – lain.Juga buku- buku yang digunakan dalam pengajaran katekisasi tidak sama dengan buku- buku yang digunakan pada waktu zending, walaupun Katekismus Heidelberg, katekismus kecil, dari Luther masih ada gereja yang menggunakannya.
3.  JENIS- JENIS KATEKISASI
Menurut Abineno ada 3 jenis katekisasi yaitu :
1.    Katekisasi Keluarga
Keluarga adalah tempat yang mula-mula dimana pendidikan dan bimbingan agama diberikan, orang tua berfungsi sebagai pengajar –pengajar yang pertama. Pengajaran dalam keluarga ini adalah bentuk purba dari pelayanan katakese, pemberitaan tentang perbuatan-perbuatan Allah yang besar.
Bukan hanya Sinagoge yang mengaitkan pengajarannya pada pendidikan keluarga tetapi juga gereja. Hal itu sering kita baca dalam tulisan-tulisan dari bapak-bapak gereja bahwa katakese keluarga menempati tempat yang paling penting dalam gereja purba yang sedang bertumbuh pada waktu itu. Gereja tahu bahwa ia mempunyai tugas untuk mengajar dan membimbing anggota-angotanya tetapi tugas itu selalu dipahami sebagai tugas disamping dan dalam lanjutan dari tugas orang tua tetapi mengokohkannya dan terus membangun katakesenya diatas dasar katakese  keluarga.
Menurut Calvin orang tua terutama dan langsung memikul tanggung jawab atas pendidikan agama anak-anak mereka. Dalam pembaptisan anak-anak, orang tua dengan resmi mendapat tugas mendidik anak-anak dalam takut akan Tuhan.
2.    Katekisasi Sekolah
Sekolah dasar disebut juga beth-ha-sefer dimana anak-anak yang berumur 6/7 tahun diajar membaca dan menghafal nas Torah secara harafiah. Pengajaran diatur menurut umur anak-anak. Ketika anak sudah berumur sepuluh tahun anak mulai dengan pengajaran yang sebenarnya. Pada umur dua belas/tiga belas tahun mereka diwajibkan untuk meneruti/melaksanakan seluruh syariat agama Yahudi.
Bahan pengajaran terdiri dari pengakuan iman, doa utama, pembacaan Torah, pengajaran tentang arti dari hari-hari raya Yahudi.
Dalam abad-abad pertengahan muncul sekolah-sekolah yang memuat katakese dalam kurikulumnya. Dimana murid-murid harus mengahafal Credo, Dekalog (Dasa Firman), Pater Noster (Doa Bapa Kami) dan ketujuh Mazmur pengakuan dosa dalam bahasa latin.
Menurut Calvin katakese sekolah berfungsi untuk mendidik orang-orang muda supaya mereka dapat bertindak secara bertanggungjawab menurut Firman Tuhan, untuk itu harus ada guru-guru yang baik dan beriman. Dalam pengajaran sekolah yang bersifat reformatories ini, Alkitab mendapat tempat yang sakral, disamping katekismus dan mazmur-mazmur Daud. Melalui sinode Dordrecht diputuskan bahwa guru-guru yang mengajar di sekolah harus memenuhi syarat-syarat :
·         Mereka harus anggota dari gereja Hervormd.
·         Harus mempunyai kelakuan yang baik dan mampu mengajar
·         Mereka harus menandatangani pengakuan iman gereja Hervorm dan Katekismus Heidelberg.
·         Harus berjanji bahwa dengan teliti akan mengajar anak-anak untuk dapat melayani Tuhan disegala bidang kehidupan.
·         Dua hari seminggu mereka harus melatih anak-anak untuk menghafal dan memahami dengan baik isi Katekismus
·         Mereka harus membawa anak-anak ke ibadah khotbah-khotbah Katekismus dan menyelidiki apakah mereka mengerti khotbah-khotbah itu atau tidak
3.    Katekisasi gereja.
Dalam abad- abad pertama katekisasi gereja makin berkembang dan memperoleh bentuk- bentuk tertentu sebagai  katekumenat. Katekumenat  gereja purba terdiri dari dua bagian atau tingkatan yaitu tingkat katekumin- katekumin dan calon- calon baptisan.
Pengajaran baptisan terdiri dari penjelasan tentang soal- soal iman,doa,puasa,dan askese.Pengajaran baptisan adalah suatu bimbingan dalam rahasia iman.Calon baptis dipersiapan secara lahir-batin untuk menerima baptisan sebagai suatu pengalaman religius.
Pada waktu reformasi katekisasi lebih kepada lembaga pengajaran tersendiri kepada anak- anak muda.Terutama pemberitaan dalam ibadah -ibadah jemaat dianggap pada waktu itu sebagai suatu alat yang ampuh untuk mendidik anak- anak muda dalam Firman Allah dan dalam hidup kerohanian mereka. Khotbah- khotbah katekismus dari para pendeta memainkan peranan pentingpada waktu itu sebagai bagian dari
pendidikan gerejawi kepada anak muda.

  1.  FUNGSI KATEKISASI
Menurut Gasong katekisasi berfungsi untuk mempersiapkan anak- anak dan orang yang ingin mengikuti jalan keselamatan dari Yesus Kristus,dan juga untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan anggota jemaat tentng kehendak Allah supaya mereka nantinya menjadi pelayan yang dapat melayani gereja dan masyarakat secara bertanggung jawab.
Pengertian katekisasi begitu luas, kaya dan mengandung banyak  segi kehidupan sehingga  setiap usaha untuk merumuskannya  secara tepat  membuatnya  lebih miskin. Ketika kita berusaha mengkotakkan maknanya  maka ia  akan kehilangan  hakekatnya  sebab katekisasi menyentuh semua  segi kehidupan orang Kristen: dimensi ritual praktek keagamaan,  dimensi perasaan atau pengalaman keagamaan yang dinyatakan dalam prilaku  riil/konkrit setiap hari. Oleh sebab itu katekisasi  tidaklah berpusat kepada pengetahuan keagamaan saja, ketekisasi adalah  kehidupan itu sendiri bukan persiapan untuk hidup.[10] Katekisasi melebihi sekedar materi, metode  dan teknik, katekisasi adalah pedagogi, pengajaran iman.

  1.  TUJUAN KATEKISASI
Menurut Abineno tugas katekisasi adalah mendidik anak- anak muda  supaya mereka bertanggung jawab dapat berpartisipasi dalam hidup dan pelayanan gereja kepada Allah.
Abineno kemudian merumuskan tujuan katekisasi menurut beberapa ahli kedalam empat jurusan:
a)    Katekisasi adalah pemberian pengetahuan.Peserta katekisasi harus mengetahui hal- hal pokok dari isi Alkitab dan ajaran gereja
b)    Katekisasi bertujuan untuk membina anggota –anggota jemaat untuk menyadari tugas mereka didalam gereja.Peserta katekisasi harus mengetahui bahwa gereja adalah persekutuan.
c)    Untuk mendidik anak- anak muda supaya mereka menjadi hamba- hamba Allah yang bertanggung jawab didalam dunia.
d)    Untuk menyampaikan pengetahuan tentang Allah dari generasi ke generesi.
Menurut Abineno tujuan katekisasi itu dapat dicapai apabila peserta
katekisasi telah dipimpin pada pengetahuan akan Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat  mereka.
Tugas  utama katekisasi adalah:
a.       Memberitakan  Firman Allah, mewartakan Kristus. Katekisasi  bertugas  menghadirkan Firman Tuhan agar manusia bertemu secara  pribadi dengan Kristus sebab katekisasi adalah pewartaan diri Kristus.
b.      Katekisasi mendidik untuk beriman. Katekisasi   menolong   jemaat  untuk terpikat kepada  Allah yang diberitakan dalam diri Kristus sehingga  mereka  melakukan  kehendak dan perintah Allah  sebagai hasil pembaharuan  hidup manusia.
c.       Katekisasi mengembangkan iman.Bertumbuhnya  gereja  tergantung kapada  kegiatan katekisasi, melalui  katekisasi  gereja dibaharui.
d.      Katekisasi adalah mendidik
e.       Katekisasi juga  adalah:[11]
v  Memperlengkapi jemaat  merasakan pemeliharaan Allah sehingga mereka  memelihara persekutuan untuk saling  mengasihi dan saling melayani.
v  Memperlengkapi jemaat untuk  saling mengasihi di dalam Kristus  melalui sharing pengalaman iman
v  Memperlengkapi jemaat untuk hidup bertumbuh di dalam  hubungan dengan Allah sehingga  menjadi tanda kehadiran Allah
v  Meperlengkapi jemaat  untuk mencerminkan dan berbuat  bersama-sama  dengan Kristus atas nama  Kerajaan Allah.

  1.     YANG TERLIBAT DALAM KATEKISASI
1.    Majelis Jemaat
Majelis jemaat bertanggung jawab atas pelaksanaan katekisasi.Tugas majelis jemaat dalam katekisasi adalah :
a.    Meunjuk pemimpin katekisasi
b.    Menyiapkan rencana katekisasi tahunan
c.    Membangunkan orang tua tentang katekisasi melalui warta jemaat,supaya mereka menyuruh anak- anaknya untuk mengikuti katekisasi
d.    Mengusahakan agar orang tua terlibat dalam katekisasi
e.    Mengadakan percakapan dengan peserta katekisasi
f.     Mengawasi supaya tugas dan panggilan peserta katekisasi sebagai saksi-saksi dan pelayan- pelayan Kristus di dalam dunia,kalau mereka telah di teguhkan menjadi anggota sidi di bicarakan dengan mereka di dalam katekisasi
g.    Menerima peserta katekisasi sesudah suatu percakapan pastoral dengan mereka untuk diteguhkan menjadi anggota sidi.
2.    Pemimpin Katekisasi         
Yang menjadi pemimpin katekisasi kebanyakan adalah pendeta.Namun dalam prakteknya pelaksanaannya tidak terlalu maksimal karena:
a.    Pendeta sangat sibuk dalamtugas dan pelayanannya
b.    Pendeta umumnya hanya mempunyai pengetahuan teologis,mereka kurang dalam bidang pedagogis,didaktik, psikologis,dan iain- lain.
Tugas- tugas pemimpin katekisasi:
a.    Menyusun rencana katekisasi tahunan
b.    Mempersiapkan katekisasi atau bahan dengan baik
c.    Menilai materi yang telah diajarkan
d.    Mengadakan percakapan dengan peserta katekisasi,khususnya tentang hal- hal yang tidak dapatmereka cerna atau sulit mereka pahami
e.    Mengadakan pertemuan denganpara orang tua dan majelis jemaat untuk membicarakan tugas mereka bersama atau hal- hal lain yang berhubungan dengan tugas mereka
f.     Mengadakan kunjungan ke rumah- rumah para orang tua untuk membicarakan keadaan anak- anak mereka yang sedang mengikuti katekisasi.
3.    Orang tua
Pada waktu orang tua menyerahkan anak- anaknya untuk dibaptis,mereka berjanji untuk mendidik anak- anak mereka dalam iman kepada Yesus Kristus dan membina mereka dalam ibadah dan pengajaran gereja.Dalam hal ini tugas orang tua adalah bukan hanya menyuruh anak-anak mereka untuk mengikuti katekisasi tetapi lebih daripada itu yaitu turut menambil bagian yang aktif dalam pelayanan itu.
              Tugas –tugas orang tua yaitu:
a)    Membicarakan partisipasi mereka sebagai orang tua dalam pelayanan katekisasidengan majelis jemaat dan pemimpin- pemimpin katekisasi
b)    Mengadakan percakapan dengan pemimpin katekisasi tentang keadaan anak- anak yang mengikuti katekisasi
c)    Mengadakan percakapan dengan anak- anak mereka tentang katekisasi yang sedang mereka ikuti.
4.    Peserta katekisasi
Peserta katekisasi adalah umumnya terdiri dari ank- anak muda yang bukan saja secarah lahiriah, tetapi yang juga secara rohaniah banyak memperlihatkan perbedaan, seperti:
a)    Perbedaan motivasi,ada yang datang mengikuti katekisasi karena disuruh orang tua,ada juga Karena kemauannya sendiri.
b)    Perbedaan umur
c)    Perbedaan pendidikan
            d)    Perbedaan maksud dan tujuan,ada yang datang untuk mendalami pengetahuan tenang soal- soal rohani.
Dari perbedaan- perbedaan tersebut pendidk diharuskan untuk mampu memahami setiap peserta katekisasi sehingga dia bisa mempersiapkan materi dengan baik untuk bisa diterima oleh sebagian besar peserta katekisasi.
  1.   DUNIA PESERTA KATEKISASI
Menurut Abineno, dunia kita pada waktu kini merupakan dunia yang paling bersifat teknis dan juga sebagai dunia yang paling kosong dan miskin apabila ditinjau dari sudut rohani.Yang dimaksud kekosongan dan kemiskinan ialah gejala yang menyatakan bahwa soal- soal rohani dan nilai etis tidak memainkan peranan lagi dalam hidup manusia,ini disebabkan oleh kuasa ilmu pengetahuan kuasa teknik dan kuasa organisasi.Kuasa-kuasa inipada satu pihak banyak memberikan kemungkinan dan kebahagiaan kepada manusia tetapi di lain pihak dalam perkembangannya membuat manusia menjadi takut dan hampir- hampir kehilangan kewibawaannya.
Peserta katekisasi kebanyakan berumur duabelas sampai duapuluh tahun, yang mana merupakan periode peralihan yakni dari masa kanak- kanak ke masa dewasa.Dalam masa ini pilihan untuk pelajaran dan juga bimbingan katekisasi sangat penting karena mereka sebaai anak- anak muda harus dibantu dalam perjalanan mereka ke dunia orang dewasa.Oleh karena itu yang perlu diprhatikan adalah hidup pertumbuhan atau perkembangan anak- anak.Menurut para ahli perode ini di bagi lagi ke dalam sub-sub periode yaitu:
a)    Periode umur 12-13 tahun yaitu anak memiliki wawasan pengetahuan yang mulai meluas, mereka melihat segala sesuatu dan mereka umumnya mempunyai daya ingat yang cukup kuat.
b)    Periode umur 14-15 tahun dimana anak mengalami perubahan-perubahan yang besar. Anak-anak sedang berpisah dengan hal-hal yang lama dan mempersiapkan diri untuk hal-hal yang baru, mereka harus menemukan diri mereka sendiri.
c)    Periode umur 16 tahun keatas yaitu anak-anak mengalami pendalaman psikis. Berhubung dengan itu dapat timbul situasi-situasi krisis yang disebabkan untuk kesangsian dan putus asa yanga mereka alami, juga dibidang religius.
Yang kita harus ketahui tentang anak- anak dari periode peralihan ialah penghayatan iman mereka.Untuk itu mereka harus secara aktif diikutsertakan dalam segala sesuatu yang gereja –gereja lakukan untuk mereka.

Melihat pentingnya kateketik dalam sebuah gereja
Dari pemaparan diatas, katekisasi mempunyai tempat yang penting dalam sebuah program gereja, katekisasi bukanlah bersifat doktrin bukan juga sakramen. Namun katekisasi adalah hal yang penting dalam sebuah pelayanan gereja. Dapat dilihat dalam prosesnya, katekisasi melibatkan banyak pihak dalam gereja. Kateketik begitu penting dalam proses pertumbuhan ima seorang Kristen. Seluruh bidang cakupan kateketik adalah pembelajaran mengenai kekeristenan dalam ranah, pemahaman tentang Allah, Yesus dan Karya-Nya dan juga kehidupan praktikal para pengikut Kristus. Dengan demikian kateketik menjadi sangat penting dan merupakan suatu keharusan demi terwujudnya seorang Kristen yang berkualitas.


BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas penulis menyimpulkan bahwa Kateketik adalah suatu proses yang sangat menolong warga gereja dalam bertumbuh, dan juga merupakan suatu langkah awal dalam menghadapi kehidupan utuh sebagai Kristen yang telah diperlengkapi dengan pemahaman iman Kristen. Dalam perkembangannya pada masa sekarang ini katekisasi dilakukan dalam mempersiapkan seorang yang muda secara rohani dalam menghadapi sisi. Katekisasi juga dibagi dalam berbagai ruang lingkup sesuai kebutuhan warga gereja. Namun pada dasarnya kateketik bertujuan mendewasakan iman jemaat sehingga jemaat semakin bertumbuh dalam iman dan juga semakin mengerti tentang pemahaman iman Kristen yang benar. Para pelayan katekisasi juga haruslah yang benar-benar paham tentang kebenaran, sehingga ketika bertindak sebagai pengajar dan pembimbing, dapat mengajarkan sesuai dengan pengajaran Alkitab. Sehingga tidak orang yang mengikuti katekisasi bertumbuh kearah yang benar, yaitu pertumbuhan yang Alkitabiah.

KEPUSTAKAAN
Boehlke Robert R. Sejarah Perkembangan  Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen  _________________Dari Plato sampai Ig. Loyaola, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006
Den End Th. Van Enam Belas  Dokumen  Dasar Calvinis
E.G Homrighausen Dr.I, H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
_________________1999
Hutabarat,P. Rafael Berakatekese Sebagai sarana  pembentukan Hidup Jemaat, Seri __________________ Kepemimpinan Jemaat 3(Yogyakarta: Puskat, 1988), 11
J.L. CH., Abineno DR. Sekitar Katekese Gerejawi: Pedoman Guru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, _________________2001
Papo YakoB: Memahami Katekese: Pegangan Dasar Bagi Para Pembina Dan Penggerak __________________Katekese, Folres: penerbit Nusa  Indah, 1987
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI, Pasal 27 ayat 1, Jakarta: BPMS GKI,2009
Telambanua Marinus:  Ilmu Keteketik: Hakekat, Metode, Dan Peserta Katekese Gerejawi, _____________________Jakarta: Obor, 1999
Weterhoff III & Edwarts John H, A Faithful Church: Issues in the  History of Catecheisis ______________________________________________Wilton: Morehouse-Barlow, 1981
http://id.wikipedia.org/wiki/Katekismus





[1] Abineno J.L. CH., DR. Sekitar Katekese Gerejawi: Pedoman Guru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001,
p.7
[2] E.G Homrighausen dan Dr. I,.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1999, p. 109
[3] Badan Pekerja Sinode Gereja Kristen Indonesia, Tata Gereja dan Tata Laksana GKI, Pasal 27 ayat 1,
Jakarta: BPMS GKI,2009, p. 58

[4] Marinus Telambanua:  Ilmu Keteketik: Hakekat, Metode, Dan Peserta Katekese  Gerejawi(Jakarta: Obor, 1999), 3
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Katekismus
[6] YakoB Papo: Memahami Katekese: Pegangan Dasar Bagi Para Pembina Dan Penggerak Katekese (Folres: penerbit Nusa  Indah, 1987), 11
[7] Marinus Telambanua:  Ilmu Keteketik: Hakekat, Metode, Dan Peserta Katekese  Gerejawi(Jakarta: Obor, 1999), 5
[8] Robert R. Boehlke. Sejarah Perkembangan  Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen Dari Plato sampai Ig. Loyaola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 413
[9] Baca  bukunya  Th. Van Den End dalam Enam Belas  Dokumen  Dasar Calvinis. Disana ia  membagi pasal-pasalpertanyaan tersebut sebagai berikut: Pasal Iman (1-130), Hukum Allah(131-232), Firman Allah(296-308), Sakramen-sakramen(309-373).
[10] P. Rafael Hutabarat, Berakatekese Sebagai sarana  pembentukan Hidup Jemaat, Seri Kepemimpinan Jemaat 3(Yogyakarta: Puskat, 1988), 11
[11] John H. Weterhoff III & Edwarts, A Faithful Church: Issues in the  History of Catecheisis (Wilton: Morehouse-Barlow, 1981), 3-4